Perceraian sering dan atau acapkali disandingkan dengan masalah dan atau permasalahan ekonomi , meskipun tidak jarang juga perceraian terjadi karena perselingkungan , berbeda pendapat maupun pertengkaran sepele didalam sebuah keluarga. di indonesia khususnya angka perceraian dari tahun ke tahun semakin meningkat dan menjadi sebuah problematika yang tidak kunjung usai, dari tahun ke tahun, di Banyuwangi, Jawa Timur khususnya yang mana kabupaten ini mendapatkan predikat pertama dalam hal atau perkara perceraian, baru kemudian diikuti oleh Indramayu dan Surabaya. Pada tahun 2014, jumlah pengajuan perceraian di Banyuwangi mencapai 7.106 kasus per tahun. Jumlah itu naik dibandingkan tahun lalu yang mencapai 6.930 kasus.
Chamim mengatakan, dari total pengajuan cerai, 2.453 kasus disebabkan faktor ketidakharmonisan, 1.782 kasus ditinggal pasangan pergi, dan 1.479 kasus karena faktor ekonomi. Perceraian juga lebih banyak diajukan oleh kaum perempuan dengan jumlah kasus gugat cerai 4.576.
Apa yang membuat para perempuan ini menggugat cerai ? Rupanya banyak yang karena para suaminya tidak setia, Kasus ini memang banyak melibatkan tenaga kerja wanita. Bayangkan saja, ketika mereka banting tulang di negeri yang jauh, seperti ke Taiwan atau Arab Saudi, demi mencari nafkah untuk keluarga, eh sewaktu kembali ke Indonesia suaminya kawin lagi. Namun, ada juga kasus perceraian akibat pernikahan dini yang berakhir pada ketidakharmonisan rumah tangga dan masalah ekonomi.
Kasus pernikahan dini di Banyuwangi juga meningkat. Menurut Chamim, pada 2014 ada 371 permintaan dispensasi untuk menikah dini. Jumlah itu meningkat dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 359 permohonan. Permintaan menikah dini sebagian besar dengan alasan pasangan perempuan hamil terlebih dulu.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi pada 2014 sempat membuat kebijakan untuk menekan tingginya angka perceraian sekaligus menjalankan program penghijauan. Caranya dengan mewajibkan pasangan cerai menyumbang satu pohon. Toh, program itu tak berhasil. Sejak diluncurkan tahun lalu, dari 7.106 kasus perceraian, hanya 2.000 orang yang mau menyumbang pohon untuk penghijauan.
Chamim mengatakan, dari total pengajuan cerai, 2.453 kasus disebabkan faktor ketidakharmonisan, 1.782 kasus ditinggal pasangan pergi, dan 1.479 kasus karena faktor ekonomi. Perceraian juga lebih banyak diajukan oleh kaum perempuan dengan jumlah kasus gugat cerai 4.576.
Apa yang membuat para perempuan ini menggugat cerai ? Rupanya banyak yang karena para suaminya tidak setia, Kasus ini memang banyak melibatkan tenaga kerja wanita. Bayangkan saja, ketika mereka banting tulang di negeri yang jauh, seperti ke Taiwan atau Arab Saudi, demi mencari nafkah untuk keluarga, eh sewaktu kembali ke Indonesia suaminya kawin lagi. Namun, ada juga kasus perceraian akibat pernikahan dini yang berakhir pada ketidakharmonisan rumah tangga dan masalah ekonomi.
Kasus pernikahan dini di Banyuwangi juga meningkat. Menurut Chamim, pada 2014 ada 371 permintaan dispensasi untuk menikah dini. Jumlah itu meningkat dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 359 permohonan. Permintaan menikah dini sebagian besar dengan alasan pasangan perempuan hamil terlebih dulu.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi pada 2014 sempat membuat kebijakan untuk menekan tingginya angka perceraian sekaligus menjalankan program penghijauan. Caranya dengan mewajibkan pasangan cerai menyumbang satu pohon. Toh, program itu tak berhasil. Sejak diluncurkan tahun lalu, dari 7.106 kasus perceraian, hanya 2.000 orang yang mau menyumbang pohon untuk penghijauan.
0 comments:
Posting Komentar